IMPIANKU DI MASA DEPANKU – PERSUIT OF IMPACT

“Jika tak ada mimpi, orang-orang macam kita ini tidak akan bisa hidup, Ikal” (Arai, dalam Novel Sang Pemimpi, 2006) 




Benar pula apa yang dikatakannya. Memiliki mimpi berarti mempunyai tujuan, bukan akan menjadi seperti apa kelak kita dikenang. Akan tetapi, ingin seperti apa diri kita sebelum dipanggil pulang oleh Nya. Sang Maha Pemilik alam semesta seisinya. Hakikat dari segala angan. 

Sebuah ejaan penuh makna yang mengantarkan orang biasa menjadi luar biasa. Bak Andrea Hirata dengan lenggang menjejakkan mimpinya di Paris. Satu kata tanpa dusta dalam niat tulus hanya untuk ridho Nya. Seperti sosok Bapak pesawat N-250 yang dengan ikhlas mengabdi tuk membawa bangsanya terbang dalam kecanggihan teknologi. Mimpi. 

Sebuah frasa yang setiap orang pun memilikinya. Ada yang telah menepi dan menuliskan, adapula yang tengah mencari dan berusaha menafsirkan. Sejalan dengan tingkat kedewasaan, mungkin diriku adalah golongan kedua darinya. 

Jika kau pernah mendengarnya, bagaimana seseorang menerjemahkan pencapaian mimpinya, maka tidak akan dicapai sebuah kebenaran universal atasnya. Masing-masing dari kita memiliki hak prerogatif untuk mendefinisikan, merangkai, dan merealisasikan mimpi. Hanya saja konsep ini kemudian akan berbeda jika dilihat dari berbagai perspektif (sudut pandang). 

Dalam salah satu pidatonya, Nouman Ali Khan pernah membahas tentang sebuah pencarian/pengejaran sebuah makna dari tujuan (mimpi). Beliau membedakan ke dalam tujuh tingkatan pencarian tersebut berdasarkan sedikit atau banyaknya effort (usaha) dalam mencapainya. 
Diantara keinginan manusia (pencarian) dalam mencapai kebahagiaan (happiness), penerimaan masyarakat (cool/ social acceptibility), popularitas (popularity), prestige (kehormatan), money (uang), excellence (keunggulan). Jika dilihat lagi, semua pencarian  itu tak lain adalah menjurus pada kepuasan akan diri sendiri. Benarkah demikian yang kita inginkan ? Benarkan demikian, akhlak seorang muslim dengan iman ? 

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 
 َ يْرَُ سان ا ِأس َ فننَ ع َيْ سننس لار َِ 
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, athThabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’no:3289). 


Bukankah telah jelas disebutkan, salah satu kewajiban kita sebagai umat muslim adalah menjadi yang bermanfaat bagi orang lain. Karenanya, pencarian terakhir yang dijelaskan Nouman Ali adalah “Persuit of Impact” (Pencarian Pengaruh). Tentang bagaimana ketika seorang muslim berbeda dari dari yang lain. Ada saat dimana kita boleh berusaha (persuit) namun hanya Allah yang bisa memutuskan hasilnya (memberi impact). Tentang bagaimana seharusnya umat ini memikirkan lebih dari dirinya sendiri. Memikirkan saudaranya dan membantu sekitarnya, layaknya sebuah pohon yang terus-menerus menumbuhkan buahnya, bak sedekah jariyah yang kelak pahalanya terus mengalir walau kita telah tiada. 

Berangkat dari pesan sederhana di atas, ada sebuah impact besar yang ingin aku berikan pada bangsa ini, khususnya dalam bidangku sendiri. Impact itu berbunyi “Memajukan generasi Indonesia menjadi generasi milenial yang cerdas, berakhlak mulia, serta gotong royong dalam berbudaya”. Atas nama mimpi aku ingi berkontribusi dalam pembangunan peradaban islam yang hebat di masa mendatang. Sesuai dengan kewajiban seorang muslim pada agamanya, sejalan dengan tugas seorang generasi pada bangsanya, dan sejajar dengan tanggung jawab pemuda terhadap ilmunya.  

Secara singkat diri ini telah memulai rangkaian mimpi itu. Mencari dan mengasah diri dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitian kampus Gadjah Mada, dan insya Allah apabila kelak diterima sebagai salah satu peserta penerima beasiswa S****N, maka jiwa ini akan semakin terasah dan siap mewujudkan mimpi-mimpinya. 

Comments