Begitulah aku menyebutnya. Namanya adalah salah satu jenis
buah kurma. Dingin tapi manis di dalam, tanpa maksud apapun, begitulah sosok yang
kukenal setahun lalu. Januari 2018, sebuah chat singkat line mengharuskanku
bangun di pagi hari. Pukul 7 tepat, aku sudah berada di depan halaman barat GSP
(Ghra Saba Pramana). Pagi itu sangat cerah. Beberapa kali aku melihat orang-orang
lari memutari GSP. Mereka tampak lelah. Aku lelah, melihat mereka lelah.
Setengah jam berlalu, dan masih belum kudapati sosok itu.
Kadang aku bertanya pada Tuhan, apa yang menggerakkanku
sejauh ini. Aku yang bahkan tak pernah sekalipun memiliki pengalaman
berorganisasi dengan baik dan benar, terang-terangan menyanggupi untuk belajar
lebih dalam beramanah di tempat yang satu bulan lalu ingin kutinggalkan.
Jika kita sekilah flashback, maka aku salut pada 10 menit
percakapan terakhirku sebulan lalu dengan sosok kurma yang lain. Cukup untuk
memberiku alasan untuk tetap berdiri dan tak merasa lelah. Hingga detik ini.
Aku memutuskan untuk menempuh pelajaran di tempat ini, bersama orang-orang yang
bahkan aku tak tahu siapa mereka.
Tak perlu banyak tahu untuk jadi kuat, cukup dengan percaya maka akan memantik semangat dalam perjalanan-pelajaran hebat.
Aku tak banyak
tahu tentang tempat ini – tapi satu hal, aku tahu bahwa kami memiliki cita yang
sama. Kita abadi, kalau kata Rocky Gerung sih begitu, kita terpisah oleh waktu,
namun cita-cita tetap menyatu.
Gama Cendekia bukanlah hanya sebuah tempat untuk mendapatkan
relasi, jaringan, ilmu, pengalaman, mentor, dan sebagainya. Di sana menyimpan
suatu kebaikan yang sering lupa untuk kita lipatkgandakan. Apakah gerangan ?
Itu yang kami sebut dengan niat. Sebuah awal dari setiap perjalanan. Dan
sayangnya, hal itu yang belum kitemukan di awal.
Purple dorm 30.01.2019 00.41
too be continued ...
too be continued ...
Comments
Post a Comment