Berbagi Bersama Asrama

Apa yang kau rasakan ketika telunjukmu terluka, tersayat pisau, berdarah? Tentu kau akan mengaduh, lalu mengeluh merasakan sakit di salah satu bagian tubuhmu. Kemudian yang lain pun merespon seolah turut terluka. Yah, persis seperti itulah mekanisme apa yang disebut ukhuwah. Saudara. Ketika satu bagian sakit maka bagian lain pun ikut merasakan, lalu menyembuhkan bersama.


Tubuh Indonesia



Seperti satu tubuh Indonesia yang saling bertautan berusaha menjaga homeostasis atau keseimbangan dari luar dan dalam. Di bawah satu atap yang sederhana ini, kami belajar untuk peduli. Kami dipaksa untuk paham dan mengerti, bahwa ada sebagian rezeki orang lain yang mungkin dititipkan pada kita. Baik itu sepiring nasi yang tengah dingin dan mengeras, ataupun sejuntai semangat dan tenaga untuk kuat untuk beraktivitas.

Tubuh Terluka


Tepat 8 bulan lalu, salah satu bagian dari tubuh Indonesia terluka, berdarah. Guncangan gempa di Lombok lantas membangunkan perhatian ibu pertiwi yang sedang terjaga. Bantuan bersahutan datang dari berbagai penjuru, tak terkencuali asrama kami. Sama seperti satu tubuh, kami pun menyadari bahwa ada bagian yang terluka dan butuh untuk diobati bersama.

Sekelompok mahasiswa yang masih bergantung pada penghasilan orang tua, mencoba untuk peduli pada negeri tempat mereka kelak berkarya. Kami pun menapaki kesepakatan untuk berbagi bersama, tenaga dan semangat masa muda pada saudara yang merasakan gempa di Mataran, Lombok Utara, Lombok Timur, Singaraja, hingga Nusa Dua.

Masih Almamater


Momentum kampus pun kami pilih, berdalih bahwa kita juga masih keluarga kampus ini. Dengan mengantongi perizinan dari satpam penjaga, juga membawa barang seadanya, kami berjalan dan menyebar di berbagai tempat strategis untuk mengumpulkan dana sumbangan. Mengajak kepada kebaikan.
Ember asrama menjadi alternatif kotak dana yang mudah dan murah. Selepas menempelnya dengan selembar kertas hasil print tadi pagi, kami pun langsung bergegas menuju area lapangan kampus. Mendekat kepada iringan mahasiswa yang sedang berselebrasi sembari menunggu waktu pulang. Kami pergi dan menyebar sendiri-sendiri. Seakan menyambut mereka yang peduli, kami menghantarkan ember kami untuk diisi.




Hal yang tak biasa memang, mungkin beberapa dari mereka hanya sedikit yang tahu jika kami pun beralmamater di tempat yang sama. Karena kampus kerakyatan ini mengajari kami untuk mencintai rakyat dengan selalu menjadi bermanfaat. Kampus biru ditengah kawasan Jogja yang lekat dengan slogannya, untuk selalu mengakar kuat dan menjulang tinggi.


Rezeki Tak Ke Mana



Awalnya kami ragu akan hasil yang diperoleh kelak. Akankah sedikit, atau banyak. Tentu saja, setiap orang menginginkan yang berlebih. Karenanya kami pun memutuskan ikut turun ke jalan. Berhadapan dengan lampu merah dan panasnya kota Jogja. Menunggu lalu berlari menghampiri tangan yang ingin memberi.

Manusia Paling Baik

 

Bukankah sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain? Sesederhana apapun, bahkan semudah menahan amarah lalu tersenyum di kala tugas kuliah menuntut untuk mengurangi jam tidur. Selelah menunggu Tuhan untuk membukakan hati hamba-Nya. Satu per satu kami dapat merasakan kebahagiaan itu. Lelah menyapa, tapi lelah ini adalah lelah yang bermanfaat. 

Sam Ratulangi dalam sebuah kesempatan pernah berkata, ‘Manusia hidup untuk menghidupkan orang lain’. Salah satu maknanya adalah tentang berbagi. Bukankah begitu ? Menjadi oase bagi mereka yang membutuhkan. Menyalin dahaga dan berbagi bersama teman-teman asrama.


Dari asrama untuk bersama. Dari mahasiswa untuk negerinya. Dari pemuda untuk Indonesia. Berbagi Bersama Asrama.

Berbagi itu tak harus ketika kita berlebih, bahkan ketika kita bisa berbagi dalam keadaan sempit maka balasan Allah akan lebih hebat lagi. Yuk bisa ikut berbagi dan jadilah oase makna bagi sesama.



“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”

Comments