22 Menit: Politik Sehat Sandiaga



oleh
Adibah Rasikhah Amanto
Mahasiswa Gizi Kesehatan UGM

Masih hangat terdengar hasil debat Calon Wakil Presiden 2019 beberapa hari lalu yang bertemakan “Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, serta Sosial dan Kebudayaan”. Bidang kesehatan menjadi salah satu sorotan media sejak diangkat menjadi salah satu bahasan dalam debat cawapres. Isu stunting pun mulai  muncul ke permukaan.

Lewat salah satu pernyataan salah satu paslon cawapres menuturkan visi dan misi di bidang kesehatan, secara preventif yakni mengimplementasikan program 22 menit berolahraga tiap hari bisa terpilih pada Pilpres 2019. Dijelaskan lebih lanjut bahwa upaya ini dilakukan untuk mengurangi biaya kesehatan yang ditangguh pemerintah melalui program BPJS Kesehatan, JKN, dan KIS yang tengah mengalami defisit anggaran.

Hal ini sempat menjadi perbincangan menarik bagi netizen, terutama mereka yang menggeluti bidang kesehatan. Tak ketinggalan, saya pun tentang untuk mencari reliabilitas dan kefektifan pemilihan angka 22 menit. Serta bagaimana hal tersebut mampu menambal beban biaya Indonesia di bidang kesehatan. Terlepas dari upaya yang diusulkan oleh paslon lainnya, akan saya bahas pada artikel yang berbeda. Tentu setiap dari solusi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hanya saja ilmu pengetahuan tetap bertugas mensejahterakan rakyat lewat legitimasi serta hipotesis akurat lewat pemikiran kritis cendekiawan negeri.

Sejak awal tahun 70-an telah terjadi pergeseran transisi epidemiologi, yaitu munculnya berbagai penyakit degenerative atau man-made disease lebih sering dibandingkan penyakit infeksi. Sering dikenal dengan nama non-communicable disease atau penyakit yang tidak menular. Hal ini disebabkan oleh perubahan perilaku dan pergesaran gaya hidup/ pola makan yang semakin tidak sehat. Misal, merokok, polusi, sedentary lifestyle turut mendukung meningkatnya NCD di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Kita kembali pada bahasan 22 menit. Lalu kemana korelasi epidemiologi dengan 22 menit. Tepatnya ada di tataran gaya hidu atau pola hidup sehat. Dunia sekarang lewat SDGs nya terutama pada poin ke 3 “Good Health and Well Being  telah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pola hidup sehat, salah satunya aktivitas fisik. Pemerintah secara khusus sejak tahun 2016 menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) untuk meningkatkan kesehatan rakyat berbasis preventif atau pencegahan. Mereka juga mengkampanyekan untuk mengkonsumsi sayur dan buah secara beragam dan melakukan cek kesehatan secara rutin.

Hal ini dilatarbekakangi juga dengan semakin meningkatnya PTM (Penyakit Tidak Menular) atau NCD seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes mellitus, dan stroke. Sehingga pemerintah diharapkan lewat kampanye GERMAS khususnya peningkatan aktifitas fisik dapat mengurangi prevalensi kejadian NCD di Indonesia. Lalu bagaimana dengan anjuran baku dari badan kesehatan dunia atau World Health Organization?

Salah satu paslon lewat pidatonya, menerangkan bila melakukan aktivitas fisik berupa olahraga selama 22 menit setiap hari mampu meningkatkan kesehatan. Dalam sebuah rekomendasi dijelaskan bahwa aktifitas fisik dilakukan sebaiknya 150 menit setiap minggu atau 30 menit setiap hari dalam intensitas sedang. Misal dengan melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mengepel, mencuci, juga bisa dengan senam atau menggunakan tangga di tempat kerja.

Lalu dari mana datangnya angka 22 menit?

Jika kita perhatikan beberapa rekomendasi kesehatan menyebutkan aktifitas fisik 150 menit setiap minggu, apabila kita bulankan dengan pembagian ke atas maka akan memperoleh angka 22 menit. Hal ini lantas mampu dijadikan pedoman dalam  memulai kebiasaan olahraga baru. Dua puluh dua bukanlah angka yang lama untuk dijadikan patokan aktivitas. Tentunya dengan rutinnya aktivitas yang dijalankan, dapat mengurangi prevalensi penyakit tidak menular, seperti jantung coroner, stroke, dan diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik juga mampu menurunkan hormone kortisol sehingga mengurangi stress dan memperlancar metabolisme hormone dalam tubuh.

Sehingga 22 menit tidak hanya mampu menjadi identitas saran program kampanye, tapi juga dapat dijadikan acuan dalam memulai kebiasaan baru dengan membiasakan olahraga atau aktivitas fisik setiap harinya. Untuk menjawab tantangan GERMAS pemerintah dan mendukung pembangunan berkelanjutan untuk dunia yang lebih sehat dan bermatabat.

Comments