Apa yang pertama kali kalian ingat satu kata
tentang sekolah? Seru? SMA? Ujian? Berjuang? Cinta? Bolos? Rame? Okay, dan
masih banyak hal lain tentunya. Satu hal yang paling kuingat ketika SMA sih ya
ujian.
Seolah kalau ngomongin sekolah itu ga jauh dari kegiatan rutin yang
diselenggarakan minimal enam bulan dua kali. Ada yang ditengah da nada yang
diakhir. Wah, dah kayak penyesalan, kalau gak datang di tengah ya pasti di
akhir. Tapi gak menyesalkan ikut ujian? Haha.
Dulu tuh aku orang yang sangat rajin. (Aelah, map saya
jujur). Setidaknya sampai saya bosan dengan ujian. Uniknya nih ada yang bilang
sekolah adalah laboratorium kehidupan, percayalah, bahkan modul praktikum di
dalamnya tidak mencangkup 1% dari cobaan-cobaan hidup.
Dulu saya sering mengeluh terkait soal pilihan ganda ataupun
jawaban singkat. Karena kebetulan soal-soal itu mudah untuk dijawab, walau
belum tentu benar, tapi 25% jawabanmu bisa menjadi benar. Jika dewi fortuna
saat itu sedang berpihak padamu. Saya sering gagal dalam tahap ini. Kesal sih
iya, tapi mau bagaimana lagi. Satu hal yang kupelajari adalah bahwa orang bejo
(beruntung) bisa mengalahkan orang cerdas. Dan saya tidak termasuk keduanya.
Menurut pandangan saya, soal bertipe pilihan ganda dan isian singkat sama sekali tidak menggambarkan realitas kehidupan.
Bagaimana mungkin manusia hanya diberikan 4 hingga 5 pilihan dalam hidup, wong kadang pilihan itu cuma 1 atau tidak ada sama sekali. Tidak ada pilihan untuk memilih, hal ini yang kelak ditemui. Kami harus bertahan dan Manahan, tidaka da pilihan lain selain menjadi lebih maju atau mundur. Yang ada ya kau harus tetap berdiri di sana sembari menanti dan berdoa, jangan lupa.
Seringkali hidup memberi kita banyak kolom penjelasan yang
perlu diisi dan memberi waktu banyak untuk mentadaburi teks-teks ujian yang
bahkan tak pernah kita minta, setidaknya. Tapi untuk naik ke level berikutnya
tentu kita butuh melewati ujian bukan? Yah manusia sadar akan hal itu.
Karenanya sekolah (kehidupan) itu dibuat berjenjang. Dalam ujian esai setiap
jawaban akan diberi poin tambahan, sama dengan hidup yang setiap langkah akan
mampu menambah atau mengurangi poin. Ada yang bisa menambah pahala dan
mengurangi dosa, adapun yang berkebalikannya.
Sekolah adalah hal yang relative sama dengan hidup bukan? Sejauh
ini sih iya. Karenanya ia disebut sebagai laboratorium kehidupan. Tapi satu hal
yang mungkin menjadi mengapa sekolah tidaklah sepenuhnya menjadi replika
kehidupan.
Hidup tidak pernah memahamkan pelajaran diawal perjalanan.
Benar saja, bukankah seluruh pelajaran dan hikmah yang kita dapatkan adalah
hasil dari hidup yang keras dalam memberi pelajaran. Jika sekolah selalu
memberikan pelajaran, materi, intisari, atau hikmah di awal dan diadakan pula
persiapan untuk ujian, hidup tak mau melakukan hal ribet itu. Ia selalu datang
dengan perkasa membawa berlembar-lembar ujian tak cuma berbentuk pilihan ganda
bahkan hingga esai atau paper yang tak sehari dua hari bisa diselesaikan.
Ada yang bahkan sampai tahunan, dan belum tentu pula kita diberi tahu jawabannya ketika ujian selesai.
Tak bisa kita membuka tumpukan catatan yang tertinggal di
tas sekolah untuk disamakan dengan jawaban yang baru kita isi di kolom jawaban.
Ada jawaban yang pernah diajarkan atau bahkan diberi kode oleh Sang Pembuat
Ujian tentang kisi-kisi soal lewat firman Nya.
Tapi hanya segelintir siswa yang mendengarkan dan memahami lalu menjalankan perintah Nya atau menghindari larangan Nya.
Bagaimana dengan
kaidah salah atau benar. Nah, setelah diberi kisi-kisi oleh Tuhan, lalu
kita diberikan pula akal untuk mengkaji ulang. Tak seperti hewan pada umumnya
yang gemar mengarang jawaban tanpa peduli sekitar, hanya terfokus pada
pemenuhan nafsu dan kepuasan.
Yah, walau beberapa manusia tentu pula ada yang masih kadang lupa. Kalau dia punya akal.
Benar dan salah itu relatif. Tapi surga dan neraka itu
mutlak. Lalu bagaimana? Ya mudah saja, perbarui dan recharge akal juga rasa
kita sesering mungkin agar mampu mengenali mana saat harus relative atau saat
menjadi mutlak. Me-recharge pun ada
seninya.
Sekolah mengajarkan bagaimana menjadi baik, namun hidup
memahamkan kita arti kebaikan. Sekolah mengajarkan arti bahaya, namun hidup
selalu menantang kita apa adanya. Selamat datang di sekolah sebenarnya.
Comments
Post a Comment