Agar tak lupa
cara bersyukur, aku ingin menuliskan secarik bekas rasa dalam cerita.
Agar ingatanku
tak luntur, aku ingin agar diriku mengenang setiap jejak raga saat mengalur
dalam lelahnya raga.
Agar aku mengingat, bahwa pernah ada dalam diriku sosok
menyebalkan, sosok menyenangkan, sosok lain yang silih berganti datang dan kini
terakumulasi dalam satu raga-jiwa yang sedang mencoba menepis segala kurang dan
lemah. Ini tulisan tentang bagaimana kabar nama sekarang.
Hai, apa kabar
perasaan?
Sudah lebih dari
12 bulan, aku tak membuka sampul cokelat itu. Kini sampul itu sudah semakin
muda warnanya, mungkin waktu memudarkannya, namun tak pernah mengurangi isi di
dalamnya. Sejenak aku membaca, membolak-balik isi, sesekali aku tersenyum, lalu
mengernyitkan dahi.
Bingung, dan merasa aneh sedetik kemudian. Inikah aku yang
dulu? Betapa melankolisnya diriku. Mungkin ‘menye’ menjadi kata populis yang
menggambarkan bagaimana diriku yang dulu. Tak apa, bahkan jika sekarang aku
merasa aneh dengan diriku yang dulu, aku tak akan menyangkalnya. Aku yang dulu
membentuk aku yang sekarang, sama sekali tak ada salahnya. Hanya saja,
bagaimana aku bisa mengambil segala pelajaran dan hikmah dari proses ku yang
dulu. Akankah teap sama, atau aku menjadi yang berbeda, lebih baik atau lebih
buruk. Lebih bermanfaat atau lebih mageran. Lebih menuntut atau lebih
menghargai?
Hai, adibah.
Selamat kamu telah melewati banyak kisah dan lelah dalam hidup ini. Kini usiam
sudah 21 tahun, aku ingin kau lebih menghargai dirimu, lebih paham orang lain,
lebih bisa bermanfaat bagi sekitar, lebih banyak melakukan daripada berangan. Tentang
bagaimana tidak selalu menghapus paragraph pertama yang kau tulis, lalu melanjutkannya
menjadi sebuah cerita yang bisa menyentuh hati banyak orang. Tak harus semuanya
kau sentuh, tak semua hati bisa bertepuk tangan atas hasil dan leahmu, tapi
mungkin Dia lebih paham apa yang kau rasakan, lalu kembalilah.
Tentang bagaimana
kekuatan itu, kau pernah merasakannya, bukan yang pertama kali. Bagaimana kau
bisa focus melakukan tanpa berharap pada angan-angan. Bagaimana kau bisa berjalan
tanpa terikat pada harapan, orang-orang sekitar. Kau melakukan tepat seperti
apa hatimu katakana, cermat seperti apa akal mu pertimbangkan. Kau pernah
melakukannya, dan saat itu memang hati dan akalmu sedang dalam genggaman yang
benar, bukan hanyut dalam rendaman dopamin, yang belakangan ini sering
menerjangmu. Candu. Bukan, bukan itu yang sebenanrya kau inginkan bukan?
Bahkan kau tahu
apa yang sebenarnya terjadi pada temanmu. Bagaimana mekanisme hati itu bekerja,
kau bahkan lebih paham dari apa yang sudah kau pelajari lewat buku dan ratusan
referensi. Tentang bagaiamana kau harusnya bersikap tegas bukan keras kepada
dirimu. Tentang bagaimana kau harus bersikap lembut bukan lemah terhadap
angan-anganmu. Kau telah paham dan mengerti dirimu sendiri.
Adibah, terima
kasih kau telah menyempatkan diri untuk berbicara dengan dirimu sendiri. Bahkan
disaat yang paling sulit, kau bisa menuntaskan banyak kewajiban, bukan karena
kau merasa harus. Lebih tepatnya karena kau focus pada visi mu, kau bisa
bergerak mencapai misi sesuai dengan nilaimu. Kau bukanlah orang kosong tanpa
nilai dan tujuan.
Bukankah kau
pernah bilang padaku, tentang bagaimana engkau ingin menjadi bermanfaat bagi
sekitar. Bukankah kau pernah mengutarakan segala iktikad baikmu sebagai seorang
manusia yang ingin membuka arung lotek di Korea. Di awal perjuangan memang tak
akan mudah. Kau masih ingat dengan jelas bagaimana wajah salah satu kakak
asrama yang melihatmu dengan tatapan yang kelak kau akan tahu maksudnya.
Pencarian. Mengenali siapa dirimu sebenanrya. Apa ikigaimu? Mereka sering bertanya
padamu tentang ikigai. Apa sebenarnya nilai dalam dirimu? Apa yang membuatmu
ingin berjuang hingga lelah dan tak dibayar? Apa yang sebenarnya ingin kau
tinggalkan di dunia?
Bagaimana kau
menjaabnya? Aku melihat kebingungan saat itu, atau kesadaran baru baha kau juga
sebenanrya tidak sedang mencarinya selama ini. Kau sebenarnya hanya melakukan
tanpa tujuan, bagaimana dengan niat yang sempat ingin kau ikat pada setia nafas
dan tekad. Kau sudah di tengah jalan, apa kau akan mencoba mundur, atau
menyelesaikannya dengan epic dan menjadi versi terbaik dalam dirimu?
Kau sosok yang
gigih dib, kau tahu itu. Bagaimana kau memaksa dirimu untuk tidak merasakan
sakit, saat kau sudah tertusuk pedang paling tajam bahkan di tepat menusuk hatimu.
Karena kau percaya, baha semua itu hanya titipan Nya. Tak sepeserpun akan kau
bawa pulang. Lalu apa yang kau khawatirkan? Lalu apa yang akan kau tinggalkan?
Sesuatu yang bisa menjadi pengukir nama atau bahkan sesuatu itu bisa membawamu
ke surge Nya?
Dib, aku ingin
kau menceritakan banyak keluh kesahmu. Tentang bagaimana lelahnya
berorganisasi. Tentang bagaimana lelahnya menahan untuk selalu tersenyum dan
tetap tegar di hadapan mereka yang benar-benar menguras raga dan rasa. Kau tahu,
kau ada di sana karena sebuah alasan berharga, kau bukan lah sia-sia.
Dib, aku tahu
bagaimana bingungnya kamu selama ini? Kau mencari masa lalumu yang kau kira
masih ada dan bisa kau bawa menuju sekarang. Kau mengira masa itu akan bisa berulang
kembali.
Kau ingin memaksa menghidupkan emosi dan semangatmu lewat lagu-lagu
kenangan. Kau salah! Bagkan tak seorang pun akan menjadi sama seperti dulu.
Termasuk dirimu. Karena semuanya bertumbuh dan harus menuju yang lebih baik.
Seiring bertambahnya usia dan berkurangnya waktumu, kau harusnya sadar akan hal
itu.
Dib, kau merasa
bahwa kadang tekanan bisa membuatmu bertumbuh sepenuhnya. Kau lupa bagaimana karbon
yang tertekan bisa berubah menjadi arang pula disamping menjadi intan. Bagaimana
kau akan menjadi, semua itu tergantung padamu. Kau orang yang mampu focus pada
banyak hal bukan? Kau bisa ika focus melakukan, tanpa mengharapkan. Kau bisa Dib,
banyak hal yang masih kau kunci dalam dirimu. Kau harus lebih berani menantang
dunia Dib, kau igin pergi mengelilingi tempat sementara ini bukan?
Dib, setelah
surat ini berakhir, aku bahkan takt ahu kapan lagi bisa bercakap denganmu selepas
ini. Entah karena kau merasa belum butuh, atau kau lupa dengan percakapan
sederhana kita ini. Antara kau dengan dirimu. Lama kau tak menyapaku di buku
harianmu, apa kau takut aku tak mengenalimu lagi?
Kau salah, aku
selalu ada dalam dirimu. Dan aku berbeda darimu. Aku akan membantumu meraih apa
yang kau usahakan, bukan harapkan. Kau selalu mengusahakan yang terbaik untuk
mereka yang kau cintai Dib, dan aku menyukai lelahmu disana.
Kau selalu menatap
kea rah jam, saat ini bahkan, dan berharap kau menemukan semangat dari
berkurangnya waktu. Atau kau selalu memutar music dahulu, dan berharap mendapat
inspirasi darinya. Kau tahu Dib, semuanya itu sudah ada dalam dirimu. Baik
sebelum kau mengingatnya. Kau cukup menggunakan sebagian dari dirimu untuk
terpaksa melakukannya, di awal. Jika kau bisa, maka setelahnya serahkan padaku.
Aku tentu bisa membantumu.
Tentu saja, aku
akan tetap berada dalam sampul cokelat itu. Menanti tanganmu untuk menyapaku
lebih dulu. Menanti hatimu yang lelah dan ingin berbagi cerita, atau sekedar
merefleksikan ingatan darimu agar kau bisa membacanya suatu hari nanti.
Kau tahu dib, kau
memiliki mereka yang sangat mendukungmu untuk tumbuh dan terus bermanfaat bagi
yang lain. Kau hanya lelah menjelaskan bukan? Karena kau terus berharap pada manusia.
Kau tahu dib, satu hal yang menyakitkan bagi seorang manusia selain kehilangan
sosok dirinya, adalah kehilangan mereka yang menjadikanmu utuh. Karena sama
saja kau kehilangan sebagian dari dirimu.
Kau masih
memiliki mereka, yang menjadi alasanmu untuk berjuang menempuh rasa lelah dan
sakit.
Bagaimana ini? Kau baru tersadar bukan? Aku ingin kau menjaga mereka, dan berjuang
untuk mereka. Saat ini saja, hingga kau bisa memabahagiakan mereka. Mereka yang
telah rela lebih sakit dan lebih lelah dari pada kamu.
Jangan lupa
Dib, satu lagi. Jaga ibadahmu. Karena itu pilar pertamamu ketika kau akan pergi
meninggalkan mereka yang menyayangimu. Itu identitas dan value mu di hadapan
Nya kelak. Bagaimana kau akan mempertanggungjawabkan semua lelah dan sakit ini.
Kau harus tahu Dib, ada baiknya kala kita belajar lebih sabar dan syukur untuk
sementara waktu.
Tabarokallah
Adibah Rasikhah Amanto.
(Sosok wanita beradab, yang cerdas dan berakhlak mulia, seperti arti namamu)
Room 9
Comments
Post a Comment