After EVALUATION PPSDMS: Semacam Recharge #02
Part berikutnya adalah
setelah aku mengakui banyaknya aku tidak berusaha selama pembinaan asrama. Seolah
membenarkan ego dan lelahku yang sering kali muncul menjelang agenda pagi. Mba
fia sering menyebutnya ‘morning sickness’ dan aku baru sadar bahwa itu membuat
candu. Yah, setidaknya aku menyadarinya sampai aku sudah lima kali bolos agenda
pagi berturut-turut.
Seiring berjalannya waktu aku merasa
kehilangan waktu, sekaligus keberkahannya. Sebenarnya aku sudah lama menyadari
bahwa
“Saat kamu belum selesai dengan dirimu maka akan sulit untuk selesai dengan yang lainnya, istilahnya recharge dulu”
Hal ini juga
berlaku pada agenda pagi rutinku. Saat aku loss atau tidak melakukan agenda
pagi sebagaimana rutinnya, misalnya nih, aku tak sengaja atau sengaja solat
subuhku telat maka akan mempengaruhi kinerjaku sehari itu. Seolah pilar semangat
ada yang tidak tegak lagi. Entahlah mungkin ini hanya sugesti tapi itulah
realita yang terjadi sehari-hari. Oke sepertinya menarik jika aku bahas tentang
“RECHARGE” di page lain.
Kembali ke konteks,
tentang bagaimana aku mengatur waktuku yang akhirnya mempengaruhi sebagian
besar plans ku dan terlihat jelas pada remahan rutinitas harianku di asrama.
Remahan ini crucial juga rupanya. Parameter yang sering kulupakan.
Oh ya, di awal aku
dah sempat menguatik-atik tentang trial error ku memvakumkan salah satu dan dua
organisasi atau amanah yang dating agar lebih focus, kenyataannya adalah.
“Sometimes it
works, sometimes it doesn’t”, yah aku mengakuinya. Seringkali memvakumkanku ini
dipertanyakan oleh sebagian besar rekanku tentang bagaiamna dan di mana adibah.
Sekalipun aku memiliki target yang akhirnya tercapai, tapi parameter lingkungan
tetap harus dipertimbangkan. Tak kupungkiri beberapa kali aku gagal dengan
caraku sendiri. Akhirnya, Bang Obi menawarkan diksi yang mungkin lebih tepat
mengganti konsep vakum, yaitu MENGELOLA.
Kelola satu hal sembari
meng-hold on yang lain, kelak setelah selesai bergegaslah menuju amanah yang
lain. Aku jadi teirngat konsep kelola yang sebebanrnya sudah diajarkan Al-Qur’an,
“Maka apabila kamu telah selesai (Dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusa) yan lain, QS. Al Insyirah: 7
Masya Allah.
Setelah confession
tentang morning sicknessku belakangan ini, percakapan beralih lagi menuju
life-goals ku. Sekilas di page sebelumnya setelah mengafirmasi ‘ketiadaan ruhku
dalam setiap hal yang kulakukan’, satu hal Bang Obi melihat bagaimana aku bersemangat
saat mengutarakan ide of food and health.
Beliau menjelaskan
bagaimana aku mengambil dua peran dalam life goals ku, pertama adalah tentang
menjadi mereka yang berkecimpung di bagian riset dan penelitian untuk mencari
tahu hubungan antara bagaimana kofnitif dan pengetahan itu saling mengikat satu
sama lain. Peran kedua adalah tentang bagaimana aku ingin menjadi sosok public
relation yang mempublikasikan food-culture and health ke banyak orang hingga
membentuk propaganda atau campaign. Dua peran yang kubayangkan di masa depan,
hanya saja saatnya aku harus memilih satu di antaranya. Terlepas dari takdir
yang kelak menjemput di depan, kali ini aku tak ingin menjadi mereka yang tidak
memperjuangkan mimpi mereka.
“Aku ingin berhasil setelah mencoba maksimal. Aku bersedia gagal setelah berjuang optimal.”
Mungkin kata Arai
benar, dalam buku Sang Pemimpi. Orang-orang seperti kita ini tidak hidup jika tidak
ada mimpi.
Sebenarnya
menggapai keduanya adalah hal yang sedang ingin kuperjuangkan sekarang, tentang
bagaimana menjadi researcher dan public relation. Setelahnya tugasku adalah memperjelas
peranku tentang bagaimana aku akan mewujudkan life goals di awal. Buat list
peran, dan setelahnya kamu akan tahu kompetensi mana yang akan kamu tekuni.
Cari tokoh dan sosok yang menjelaskan mimpimu, lalu berkenalanlah dengannya.
Tugas kedua terkait
time management dan amanah yang tertumpuk adalah dengan …
“You need to learn about cognitive-flexibility and growth mindset” he said.
Yah, aku pernah
sekilas membacanya di buku Strawberry Generation. Tapi mungkn sekarang sudah
lupa. Mungkin kalo kalian ada saran where to learn sabi comment yak 😊
Satu pertanyaan
menyekat pembicaraan, ini masih seputar evaluasi asrama. Tepatnya lebih dari
satu semester kemarin, tentang unlocking potential. Bagaimana unlocking
potential yang bagus dan keren menurut Bang Obi?
Sekilas aku membukanya
dengan prolog bagaimana saat KKN tim kami menginisiasi untuk mempublikasikan
dan mempromosikan hasil KKN kami hinga meja gubernur Bengkulu, Pak Rohidin
Mersyah, anggota KAGAMA. Kebetulan walaupun banyak yang meremehkan, seolah
tidak mungkin, hanya saja tim kecil KKN kami akhirnya bisa menembus tembok
prasangka dan birokrasi yang membelit.
Bahkan untuk bicara
dengan Tuhan untuk berbicara saja tinggal menengadahkan tangan, masak sama
ciptaann-Nya gak mungkin ketemu?
Alhamdulillah,
selain dapat sangu kita juga dapat pengalaman tak tergantikan. Lelah memang, tapi
senang dan puas. Puas bahwa ternyata kita bisa dan bersedia.
Satu
hal yang didapati adalah bagaimana Unlocking Potential dapat ditempuh dalam dua
cara, satu dengan by design satunya tanpa by design. Contohnya, saat KKN adalah
bagaimana kamu meng-unlocking potential tanpa design, karena hal itu tak kamu
rencanakan. Potensi untuk mempublikasikan dan mempromosikan ternyata besar. Kedua,
adalah tentang bagaimana kamu harus mengetahui apa yang ingin kamu capai lalu menyusun
kompetensi sesuai plans dan melakukannya. Sepertinya poin kedua ini yang Bang
Obi maksudkan untuk dilaksanakan.
Alhamdulillah, coaching selesai. Dan
demikianlah tugas saya. Semoga ditulisan selanjutnya bisa diselesaikan. Kepo
ugha nih,
Retweet quotesnya Novi (Srikandi)
“Eval dengan Bang Obi, jadi Hepi!”
Retweet quotesnya Akbar (Nakula)
“Evaluator, hanya butuh beberapa menit untuk paham permasalahanmu. Lah kamu? 21 tahun hidup di dunia, belum juga paham apa saja yang selama ini menciptakan border dalam dirimu. Terima kasih Bang Obi, sudah membantu menyadarkan pentingnya berefleksi diri bagi pribadi yang tak sempurna ini”
#RumahKepemimpinan
#RKJogja
#EvaluasiAsramaRK
#Nasri9
Comments
Post a Comment