LI(F)E GOALS? 00


               "Youve done so many things, but Ii didnt feel any spirit inside" -Bang Obi


              Semacam recharge. Semacam curhat. Semacam coaching. Semacam retjeh. Semaca lucu, gak spaneng. Ih, pengen punya coach kayak bang Obi. Abangnya baik kok, suka ketawa. Oke, dari sekian banyak comment tentang evaluator kali ini, tetap saja aku agak gugup ketika memasuki kantor menuju evaluasi. Sebenarnya saat itu mbak fia bilang kalau evalnya dimulai jam 8 pagi, tapi jam 8 baru selesai bersih-bersih kamar dan baru berangkat ke asrama nakula. Alhamdulillahnya, cuma telat 3 menit, sebelum Dio masuk aku sudah siap depan pintu. Akhirnya masuk duluan. Ehe. Novel dan headphone yang kubawa tidak jadi kukeluarkan dari tas.

                Rupanya beliau agak berbeda yang ku lihat lewat akun instagramnya. Eh iya, malam hari sebelum eval, aku sempat mencari informasi tentang evaluator kami kali ini. Sering dipanggil Bang Obi. Beliau temen seperjuangan hidupnya Teteh Nung. Sama-sama pengurus asrama di pusat.  Kerenlah. Beliau juga certified coach. Semoga eval kali ini aku benar-benar mendapatkan apa yang kubutukan dan tahu apa yang seharusnya kulakukan. Seketika ingatan collapse dua minggu setelah KKN meraba jantung dan pikiran. Sejenak, aku menghembuskan nafas setelah dipersilahkan duduk.

                Satu hal yang kusesali adalah, aku tidak menyalakan rekaman untuk merekam nasehat-nasehat apa saja dari Bang Obi, jadi ini sejauh yang kuingat dari sepuluh jam evaluasi lalu. Semoga bisa bermanfaat bagi kalian yang juga sedang merasakan hal sama. CONFUSED AND TRY TO FOCUSED.

                Rupanya Bang Obi menangkap jelas wajah Lelah habis kuliah lapangan 3 hari di institusi. Senin hingga rabu, lalu kamisnya baru bersiap untuk evaluasi. Aku pun paham kelelahan mereka, mba fia dan Bang Obi, melalui sekian banyak orang, sekian banyak kepala, dan hati. Tak kubayangkan bagaimana mereka bisa melakukan recharge diantara ke hectic-an evaluasi selama 4 hari berturut-turut. Harapanku agar aku setidaknya dapat membantu dan terbantu di sini. Ayo kita kosongkan gelas kita.

                Aku masih berkutat merapikan tasku. Kuletakkan di atas pangkuan sembari menunggu. Bang Obi membuka pertanyaan dengan pertanyaan “Bagaimana kamu mengatur waktu di tahun 2019 ini?”. Oke, pertanyaan ini mungkin sangat berelasi dengan kejadian seringnya aku gagal mengikuti kegiatan dan agenda asrama dengan teratur belakangan ini. Ingatanku seketika flashback bagaimana dulu ‘Morning sickness’ mengubah kamar 9 untuk beberapa saat. Aku meghitung ada 4 kali aku bolos dari agenda apel rutin setiap senin pagi. Lalu kusampaikan bagaimana chaosnya agenda asramaku satu minggu bila aku sengaja bolos apel. Ya, bahkan aku merasakannya. Semakin malas dan mager. AKu juga sudah bolos agenda sabtu pagi, taekwondo selama 4 kali. Ah sudahlah, setidaknya aku masih tidak ingin menulis Al Waqiah setiap minggunya, karenanya aku tak berani bolos tahsin.

                Setelahnya beberapa amanah yang sempat ku vacuum kan belakangan ini. Benar saja, Bang Obi menangkap ketakutanku bagaimana aku nantinya bisa menyesuaikan dengan pertanyaan banyak orang tentang kehadiranku saat vacuum dari satu amanah ke amanh lainnya. Walau niatnya untuk focus lebih bagus dna tercapai tapi mungkin tak semua yang kita rencanakan itu akan bekerja. Bang Obi menyarankan untuk me-replace kata meng-vacum-kan dengan mengelola. Dikelola agar satu dengan yang lain tidak saling mencari atau kehilangan.

                Aku juga menyampaikan beberapa kejadian trial error ku untuk beberapa aspek kompetensi di asrama, seperti mencoba penelitian dengan paper dan conference, mencoba mendaftar volunteering, mencoba menekuni start-up Ghidza bareng temen asrama dan UKM juga. Beberapa kali ternyata mudah untuk memulai dan mendapatkan kesempatan, hanya saja untuk meneruskannya dibutuhkan why dan niat yang tidak hanya lebih kuat, tapi harus menguat dari waktu ke waktu.

                “Kamu itu mau mencoba banyak hal, keinginan belajarmu kuat, tapi aku tidak merasakan adanya ruh disetiap kali kamu menceritakan kamu mencoba” kata Bang Obi.

                Oke, beliau memang certified coach. Setiap intonasi dan mimic wajah sangat detail diperhatikan. Aku masih ingin mencari tahu bagaimana dan kenapa.

                “Ibaratkan Allah itu memberimu banyak puzzle, kamu mencoba menyusunnya, tapi kamu tidak tahu apa yang akan kamu susun,” lanjutnya. 


                Oke kali ini, sepenuhnya aku mengkonfirmasi. Sembari menambahkan , “Karena saya juga tidak diberi clue untuk apa,”

                “Ya, itu juga yang saya rasakan,” Bang Obi balik mengkonfirmasi.

Setelahnya aku diberi kesempatan untuk menjelaskan lebih tentang puzzle-puzzle tadi. Beberapa puzzle yang sangat antusias untukku bercerita adalah paper tentang food and culture of communication. Bagaimana makanan itu tak hanya sekedar budaya khas suatu bangsa, tapi makanan juga bisa mengandung banyak pesan dan cerita. Tak hanya seperti baju adat, dan rumah adat yang khas, makanan juga khas dari satu daerah ke daerah lainnya. Aku menjelaskan sedikit tentang bagaimana gudeg bisa menjadi sistem komunikasi budaya di Jogja yang menjadikan Jogja menjadi salah satu dari tiga besar selama 5 tahun peringkat diabetes di Indonesia.

                Aku merasakan intonasiku berkejaran dan meningkat tegas, ceria saat menceritakan bagaimana hal itu bisa terjadi. Bagaimana saat Bang Retas menjelaskan bagaimana menemukan ikigaimu di krisis 20 tahun hidupmu. Aku merasakan food adalah passionku. Makanan nusantara adalah passionku.

                Bang Obi bertanya apa yang sudah aku lakukan untuk menuju kesana, rupanya aku membagi peran disini. Bang Obi mengibaratkan dua peran yang kuambil dalam menjadi ‘Food Representative’. Either kamu menjadi peneliti dengan segala riset tentang food dan culture karena itu banyak yang kamu lakukan sekarang, atau kamu lebih ingin membaanya ke luar hingga membentuk propaganda dan campaign tentang food layaknya seorang PR (Public Relation). Terlepas dari dimana kamu belajar, apa tittle mu nanti, kuliahmu di jurusan apa, tapi apa yang paling benar-benar kamu ingin lakukan?

                Detik berikutnya aku mneyadari beberapa hal. Aku terlalu membatasi diriku. Rupanya aku belum sepenuhnya menjawab pertanyaan  evaluasi asramaku yang kemarin, tentang unlocking potential. Ada dalam buku yang sempat ku resume.

To be continued …



#RumahKepemimpinan
#CurcolFaedah

#UnlockingPotential
#EvalftCoaching

Comments