I don't know about youEverything will be alright, ifYou keep me next to youBut I'm feeling twenty-two
First song that ruins my day. Setidaknya masih butuh tujuh hari menjelang berkurangnya usiaku ke 22 tahun. Entahlah, berapa banyak waktu yang masih tersisa. Seperti yang pernah dikatakan Galahad pada Egssy, Time is not our friend. Lalu mengapa kita selalu berbangga dengan sekian waktu yang terlewati dalam kredit umur ini. Andai aku bisa mendepositkan usia, Niscaya kan kudepositkan jauh sebelum ruh bertemu dengan jasad. Oh, aku lupa tak seharusnya kita berandai.
Dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
احْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجِزَنَّ , وَإِنْ أَصَابَكَ
شَيْءٌ فَلا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا وَ كَذَا ,
وَلَكِنْ قُلْ : قَدَرُ اللهِ وَ مَا شَاءَ فَعَلَ , فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ
“Bersungguh-sungguhlah
dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah
(dalam segala urusan), serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika
kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya
aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi
katakanlah, ‘ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan
apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan
membuka (pintu) perbuatan setan”. (HR. Muslim no. 2664)
Baru-baru ini aku
menonaktifkan akun sosial mediaku, Instagram dan twitter. Yah walau sudah
sebulan lebih tak memperdulikan line. Beberapa komunikasi tetap terjaga lewat
whatsup dan sekedar menyetor nafas hidup asrama terakhir lewat facebook.
Tentu
saja, telegram dan linked in ku masih sangat segar dan berfungsi dengan baik.
Berhubung buku harianku sudah penuh, lebih tepatnya sudah entah ke mana, jadi
aku memutuskan untuk menulis elwat blog. Beberapa curahan isi otakku yang
terkadang baik namun seringkali buruknya. Beberapa, semoga itu tetap dapat
meringankan bebaan di alam kubur dan akhirat kelak, karena kalau tidak maka
buat apa menulis.
Tak ada alasan menarik
untuk memberhentikan sosial mediaku selain ingin mengurangi dopamine atau
ketergantungan pada sosmed dan semua tentang pencapaian prestasi pengahrgaan dan
lainnya. Lebih tepatnya karena taka da hal baik yang ingin atau telah kulakukan
selain meneruskan skripsi dan membayar hutang puasaku. Beberapa kali juga
memaksakan diri untuk bertemu dan berkumpul dengan teman banyak online.
Lagi-lagi tubuh ini merefuse dan aku ketiduran, hehe. Maafkan.
Sekarang aku aktif
mengikuti channel WIRED, menjumpai hal-hal yang menarik seperti ‘Ternyata nama
anjing Joe Biden adalah Mayor’ dan Dia suka ice cream chocochips, sama
sepertiku. Lagi-lagi aku terhenti pada ingatan masa kecilku tentang bagaimana
kerennya petualangan Arthur and the minimoys. Ingin rasanya menjadi super
kecil, tapi sayang aku benci tikus juga serangga, apalagi belalang. Haha,
ngomongin belalang jadi inget siapa.
Benar sekali, setelah
Eddie Redmayne kini Freddie Highmore yang menginspirasiku untuk tidak memiliki
media sosial, entah walau aku tak sama terkenalnya dengan dia. Tapi Freddie sangat
tenang dan dia tak memiliki sosmed, tenang dan bahagia. Beberapa kali sempat
mendengar tentang detoksifikasi sosmed, bukan seperti itu kuharap.
Baru-baru ini juga
sedang mengikuti blog kak Birrul Qodriyah tentnag beasiswa. Belajar ternyata
tidak mudah dan sangat melelahkan, kemana saja otakku selama ini. Kebanyakan
diisi korea, tapi ingin rasanya bekerja keras seperti korea dan Hallyu. Yang
bahkan trainee tak bisa setahun dua tahun harus 5 tahunan. Keren sih kerja
keras mereka, makannya kualitas artinya rata-rata memang udah internasional.
Selanjutnya aku
merenungi keinginanku dan harapanku untuk belajar Bahasa korea dan jepang.
Selanjutnya dua bulan kedepan, setelah meluluskan diri dari tuntutan kuliah dan
sarjana ini. Oh Tuhan, izinkan aku mengambil master di Edinburgh atau kalau
tidak di UCL untuk public health economics. Bahkan aku belum bisa membedakan
bagaimana.
Benar-benar perjalanan
ini akan terasa sangat jauh, diusiamu ke 22 tolonglah, paksa sekali lagi otakku
unutk belajar. Bahwa dalam kitab Ta’lim mut’aliim pun Imam AsySyafie
mengisyaratkan 6 hal dalam menuntut ilmu bukan?
Mengenai hal ini, Syaikh Az-Zarnuji di dalam
kitabnya tersebut menuliskan sebuah syair dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu., dua bait syair itu berbunyi:
Artinya: “Ingatlah! Engkau
tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat. Saya akan
beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan,
kemauan, sabar, biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama.”
Ada yang mengartikan
kemauan sebagai ambisi. Ambisi positif tentunya. Sekarang sedang berjuang untuk
menerima hal terakhirm waktu yang lama. Ayok kamu pasti bisa, I can I can I
can! Cie kek statusnya siapa.
Sebenarnya tulisan ini
dimaksudkan untuk mengurangi quarter life crisis menjadi catalyst, begitulah
yang tertulis di blog mbak Birrul. Beberapa kali aku membacanya, ada jurnal
menarik yang mengatakan bahwa faktor religiusitas berpengaruh signifikan pada
survival fase mengerikan ini. Ah tentu saja, wong mereka ngetesnya di
Indonesia. Sebagian masyarakat kita kan emang religious. Tapi ini sesuai juga
denganku, orang Indonesia.
Mungkin bagi kalian yang
belum tahu apa itu Quarter Life Crisi, ketahuliah, bahwa hal yang harus kalian
syukuri adalah kalian dibiarkan Tuhan melewati usia 17 dengan begitu lengkap
dan bahagianya. Di usia ini ada seorang muslim di zaman dahulu yang bisa
menakhlukkan Konstantinopel dengan amal yang paling terkanl, yaitu solat
tahajud tak berhenti sejak baligh. Masya Allah.
Cupu banget remangat
karak ini. Ya Allah, aku ingin mempelajari sejarah dan kebesaran Mu lebih agar
menjadi manusia yang sebenar-benarnya bertaqwa, dan gak lagi sering ndengerin
lagu korea. Btw ini NFlying Roof top keren juga.
Astaga dragon Dib.
Cuplikan QLC :
Ini benar-benar
kuambil tanpa paraphrase, jadi alngkah baiknya jika tiak kalian sumberan dari
blog cupu ini. Okay,
“Menurut Papalia dan
Feldman (2014) pada masa ini seseorang sudah mulai megeksplorasi diri, mulai
hidup terpisah dari orang tua dan mandiri, dan mulai mengembangkan sistem atau
nilainilai yang sudah terinternalisasi sebelumnya. Masa di mana individu mulai
mengeksplorasi diri dan lingkungannya disebut dengan masa emerging adulthood
(Wood et al, 2018). Respons individu di dalam menghadapi masa emerging
adulthood berbeda-beda. Banyaknya pilihan yang tersaji dari lingkungan
eksternalnya dan kebingungan cara menghadapi untuk memutuskan mana yang dirasa
sesuai (pilihan yang benar) cenderung membuat stres (Atwood & Scholtz,
2008). Ada individu yang merasa senang dan antusias dan tertantang untuk
menjelajahi kehidupan baru yang belum pernah dirasakan, namun ada juga yang
merasakan kecemasan, tertekan dan hampa (Nash & Murray, 2010).”
Individu yang di dalam
melewati tahapan perkembangannya tidak mampu merespons dengan baik berbagai
persoalan yang dihadapi, diprediksi akan mengalami berbagai masalah psikologis,
merasa terombang-ambing dalam ketidakpastian dan mengalami krisis emosional
atau yang biasa disebut dengan quarter-life crisis. (Robbins dan Wilner, 2001;
Atwood & Scholtz, 2008).
Menurut Fischer (2008)
quarter-life crisis adalah perasaan khawatir yang hadir atas ketidakpastian
kehidupan mendatang seputar relasi, karier, dan kehidupan sosial yang terjadi
sekitar usia 20-an. Mendukung pernyataan tersebur Nash dan Murray (2010)
mengatakan bahwa yang dihadapi ketika mengalami quarterlife crisis adalah
masalah terkait mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan
spiritualitasnya, serta kehidupan pekerjaan dan karier.
Permasalahan-permasalahan
tersebut muncul ketika individu masuk pada usia 18-28 tahun atau ketika telah menyelesaikan
pendidikan menengah, contohnya mahasiswa. Menurut Alifandi (2016) lompatan
akademis yang sering dialami oleh mahasiswa ke dunia kerja terkadang
menimbulkan luka dan ketidakstabilan emosi sehingga mengalami krisis emosional.
Krisis yang dialami
mahasiswa disebabkan oleh berbagai tuntutan kehidupan yang dihadapi. Umumnya
penyebab krisis yang utama adalah karena adanya tuntutan dari orang tua
terhadap langkah apa yang akan diambil di masa mendatang (Arnett, 2004) dan
stres karena masalah akademik (Slamet 2003; Kartika, Deria, & Ruhansih,
2018).
Telah diketahui
bersama bahwasanya Indonesia adalah negara kolektivistik di mana penilaian dan
tanggapan dari lingkungan adalah hal yang dianggap penting bahkan dapat
memengaruhi bagaimana individu berperilaku. Tantangan lain yang turut
berkontribusi terhadap krisis emosional yang dialami oleh mahasiswa adalah
kompleksnya masa transisi yang penuh dengan ketidakpastian sehingga menimbulkan
depresi bagi individu yang mengalami (Haase, Heckhausen, & Silbereisen,
2012).
Perlu kutekankan bahwa
aku tidak depresi, dan memang dalam islam kita dilarang untuk bersikap lemah
walau kita memang diciptakan dalam keadaan lemah. Karena hanya Dia Yang Maha
Kuat. Ayolah eknaikan sedikit estrogen tubuhmu bisa menimbulkan kebutaan, jadi
cukupkan ketinggian hati dan diri. Hm. Terima kasih telah membaca podcast text
ini.
Selanjutnya aku bakal
ngebahas bagaimana industri musik korea bisa sedemikian majunya. Sambat gapapa yang penting tetap Solat!
Comments
Post a Comment