BEN BERKAH, BEN PIE?



Ada sebuah cerita menarik yang baru saja mungkin kudapati hikmah di dalamnya. Tentang makna sebuah keberkahan. Sesuatu yang wujud, rasa, dan bisa semua indra mengenalinya.

 

Sebenarnya bukan hal baru lagi mendengar kata berkah. Ben Berkah, atau Sik Penting Berkah. Meski seringkali mendengar dan mengucap kata berkah, kita sering lupa apa makna berkah sebenarnya. Bukan berarti melakukan apapun dengan ikhlas, atau berserah ketika sudah berusaha. Berkah lebih dari itu.

 

Cerita dimulai dari saat setelah temanku, Azmi, Faiz, dan aku syuting buat pengambilan video lomba NASPO 2020. Saat itu aku berusaha mencari jalan biar kita bisa mendapatkan kunci laboratorium fakultas dan bisa take video di sana. Lumayanlah, fasilitas dan alat lengkap. Jadinya cocok buat video penelitian yang sudah mepet deadline.

 

Seperti biasa, otakku selalu pandai menari celah lain. Cara mendapatkan kunci laboratorium memang tak mudah, harus ada izin untuk penggunaan laboratorium dan bukan sehari mengurusnya. Padahal aku sudah yudisium waktu itu dan tak mungkin mengurus apapun terkait lab FKKMK.

 

Aku melirik Azmi. Bukankah dia masih ada beberapa alat yang dipinjam dari lab? Bagaimana kalau besok dikembalikan, berpura-pura tentunya. Agar setidaknya kita bisa satu hari punya waktu untuk berada dalam lab dan mengambil beberapa video.

 

Ah, sangat cemerlang. Toh Mba Dian, penjaga kunci pasti tidak terlalu menghiraukan apa yang terjadi dalam lab. Selama kunci kita kembalikan tak lebih dari sehari. Azmi menyetujui ide itu dan lagi pula dia juga berniat untuk mengembalikan semua peralatannya.

 

Setelah take video selesai kami pun bergegas keluar dari lab fakultas. Kondisi diluar sesaat setelah hujan sangat dingin dan lembab. Waktu itu menjelang maghrib dan tampak wajah Azmi yang sedang memikirkan sesuatu.

 

"Kamu miki apa Az?" ujarku seraya mematikan lampu lab dan bergegas keluar. Faiz sudah keluar duluan.

 

"Engga sih Bah, cuma aku kepikiran aja. Gak enak kalau gak izin kita mau take video di lab," katanya dengan nada rendah.

 

Aku tersenyum tipis, "Alah, gapapa kan juga dah izin ngembalikan barang, lagi pula mereka juga ga peduli kita ngapain, yang penting semua utuh ga ada yang kurang," kataku santai.

 

"Tapi, kan kalau nanti videonya dilihat sama Mba Dian terus nanti tanya gimana dan kapan kita ambilnya mau jawab apa?" Azmi terlalu overthinking rupanya.

 

"Ngapain juga mba dian mau liat video kita, haha udahlah gapapa Az. Dah sore nih, keburu maghrib," ujarku lalu mengunci lab.

 

Kami bertiga bergegas keluar dari gedung radioputro, dan harus mengambil jalan memutar karena cuma satu sisi yang dibuka.

 

Rupanya Azmi masih memikirkan hal tadi. "Nggak, pokoknya nanti aku mau bilang mba dian aja Bah, biarin gapapa kalau kita dimaraihn karena ga izin dulu. Biar nanti lombanya berkah, karena dah dapat izin juga," ujar Azmi yakin.

 

Aku mengangguk santai, "Ya udah sih, gapapa juga. Tapi kamu yang bilang kan?" tambahku.

 

Azmi mengangguk dan kami pun melanjutkan jalan ke parkiran.

 

Setelah hari itu sebenarnya aku tak terlalu memikirkan keberkahan atau apapun yang terjadi. Yang kusadari adalah setelah sesi penjurian, beberapa minggu setelahnya.

 

Walau terhitung mendadak, tapi cukup lancar saat sesi penjurian hari ini. Rasanya seolah kita sudah berusaha maksimal, entah ada faktor lain tapi kurasa yakin hari ini sudah berusaha maksimal. Tinggal nanti menunggu hasil. Dan benar saja ada perasaan cukup dan lega setelah sesi penjurian selesai. Hal yang tak kurasakan saat mengikuti jenis lomba yang sama beberapa minggu lalu.

 

Pertanyaan dan perasaan berlanjut sampai aku membaca sebuah buku yang sudah lama kupinjam dari teman. Judulnya Lapis-lapis keberkahan, karya Salim A. Fillah.

 

Tak kusadari awalan buku ini sangat menyentil diriku. Entah mengapa, aku juga tak ingat tiba-tiba ingin meminjam buku ini.

 

Dijelaskan di dalamnya bahwa makna dari berkah yang disampaikan oleh Dr. Nashir ibn 'Abdirrahman Al Juda'I bahwa berkah adalah tetap (ats tubuut) dan melekat (al luzuum). Sama seperti dikutip dari karya Ibnu Fasris bahwa lafazh baaraka berarti tetap sesuatu.

 

Beberapa ulama mengembangkannya dari kata Al barku yang menggambarkan sekawanan unta yang menderum setelah minum dekat telaga ditengah padang pasir. Rasanya bahagia dan lega.

 

Turunan makna lain adalah berkembang (an namaa') dan bertambah (Az ziyaadah). Bagaikan sebatang pohon yang akarnya menghujam kebawah, lalu tumbuh dan batang-ranting nya bertambah. Lalu melahirkan bunga dan buah yang manis dan wangi.

 

Makna selanjutnya adalah kebahagiaan (as sa'aadah). Hal ini didapat dari keberadaan bunga dan buah yang manis dan wangi tadi. Apabila mereka berjumpa dengan hati yang lembut, mungkin ini maksudnya kau tak sedang PMS saat memakannya, pastilah kamu akan merasakan bahagia.

 

Setelahnya kita mengetahui bahwa makna bahasa arab dari as sa'aadah dalam kata Asadallaahul 'abda wa sa'adaah adalah 'Allah telah memberikan taufiq-Nya kepada sang hamba untuk melaksanakan amal yang diridhai-Nya, karena itulah ia beroleh kebahagiaan'.

 

Jadi makna sebenarnya berkah adalah kebahagiaan yang berakarkan ketaatan, atas karunia bimbingan Allah dalam melaksanakan apa yang diridhai-Nya. (Salim A Fillah)

 

Sebab, letak keberkahan itu berasal dari hati. Ia yang saat muncul mampu dirasakan seluruh panca indra persis setelah sesi penjurian selesai.

 

Betapa beruntungnya memiliki kawan yang selalu mengingatkanmu dalam kebaikan bukan? A6A6A6A6.

 

Pertanyaan setelah itu adalah, bagaimana kita memperoleh berkah dalam setiap amal kita?


- 00.29 Minggu 20 Dec 2020 

Dipojokan meja belajar rumah

  

Comments