Entah aku menulis apa, semoga bisa diambil hikmahnya. Walau ku tahu ini sebenarnya tak berhikmah. Namun, dibandingkan celotehan nyinyir di sosmed, diri ini lebih memilih untuk menulis dan berkontemplasi. Setidaknya dengan sisa-sisa kesadaran dan neuron yang lama tak teraktivasi. Beberapa curhatan tentang diri atau bergumulan antara ruh dan jasad. Barangkali ruh kalian juga sedang merasakan yang sama.
Memulai tulisan ini ada baiknya jika aku
mengutip sebuah post instagram menarik yang baru saja kubaca tiga menit lalu.
Saat hati ini sedang berat dan lelah
scrolling social media tidak selalu salah, bahkan sekarang bisa mengurangi
resah. Yah, tentu saja jika kalian scrolling page yang tepat, bukan malah liat
blue screen jadi makin jauh dari taat. Mungkin tulisan ini akan terkesan
seperti curhat, tapi apapun itu semoga bisa memabntu kalian memahami dunia dan
diri sendiri.
Dari page instagram @risalah_amar, page ini
beberapa kali muncul di saat yang tepat. Judul postingannya, "Memang
Beginilah Rasanya Menjadi Dewasa"
Akan semakin banyak orang mengenalmu, dan
semakin banyak pula engkau mengenal orang lain.
Sebagaimana engkau tak mau memaklumi, maka
mereka, tak akan memaklumimu.
Engkaupun terpana. Betapa langkanya kata-kata
"maaf", dan "terimakasih" engkau sima sepanjang hari.
Kurang lebih begitulah perasaan seorang yang
akan menjadi dewasa. Sebagai salah satu dari sekumpulan ruh yang sedang
berjalan mendekat pada kematian, belakangan ini banyak sekali hal yang terasa
kosong. Sesuatu tak lagi sama saat tertawa, menyapa, bahkan sekedar diam tanpa
suara. Seolah di mana pun diri ini seperti sedang mencari sesuatu, yang entah apa
itu.
Mungkin benar, kata orang ketika 'engkau
menjauh dari Nya, Dia akan membuatmu kehilangan dirimu'
Tiba di sebuah pertanyaan awal tentang apakah
kau pernah mencoba mengenal dirimu? Di antara gerakan sujud dan salam yang
berjalan cepat. Di antara video dan chat whatsapp setiap malam dan status yang
selalu kau ingin tahu siapa saja yang melihat. Bagaimana dengan like dan
comment untuk sekedar postingan wajah manis yang sedang tersenyum seolah telah
menolong barisan pengamen lampu merah kentungan dari rasa lapar hari itu.
Jalanan masih begitu ramai, tapi hatimu
selalu terasa sepi. Sepertinya ada yang salah, dengan rasa lapang dan syukurmu
hari ini. Simpan semua pujian dan komentar tentang bagaimana hebatnya kau bisa
menjadi dirimu yang sekarang. Simpan semua rasa hormat dan bangga dengan
bagaimaana kau pernah berdarah mencapai apa yang bahkan tak ada sepersekian
dari rahmat Nya di bumi.
Hari ini aku ingin mengingatkan padamu,
karena hanya itu satu-satunya cara agar kau bisa paham lagi.
Masih ingatkah kau tentang apa yang dikatakan
temanmu tadi malam tentang seseorang yang akan berzina lalu seketika ia
mengucapkan 'Ittakillah (bertaqwalah kepada Allah)' Begitu besar rahmat Nya
bagaimana Allah masih bersedia memberikan kesempatan pada mereka yang melampaui
batas untuk sekedar sadar lalu bertaubat.
Janganlah lagi, kau mengaharapkan sesuatu
dari para manusia. Sungguh berat jika diingat lagi, bukan begitu dib?
Comments
Post a Comment