YOU, 26 Agustus 2022.

 


Hai kenalkan, namaku Kin. Mungkin kau tak asing dengan nama ini. Atau mungkin sekarang sedang terbayang sekilas wajah seseorang di pikiranmu. Tentu saja, orang yang sama sedang menulis surat ini untukmu dua tahun lalu. Tapi sayang, ia tak berani menyampaikannya.

 

Bagaimana kabarmu sekarang? Aku ingin semoga kau selalu baik dan bahagia. Sama seperti tiga tahun lalu saat kau mengirimkanku surat setelah KKN kita. Jujur saja aku langsung menulis jawaban, sebuah surat juga, dan berharap kau membacanya suatu saat. Namun, sayang surat itu menghilang. Dan aku pun menuliskannya baru untukmu.

 

Langit di amerika sekarang sangat cerah, dan aku terduduk di sini sendiri menatap jalanan ramai. Musim gugur begitu dingin di sini. Entah kenapa tiba-tiba aku teringat denganmu. Kau yang dulu selalu hadir dalam ingatanku. Bahkan sebelum musim KKN tiba. Sebelum semua gosip tentang aku dan kamu tersebar di asrama. Sebelum anak-anak asrama memaksamu mengatakan isi hatimu saat kau kalah kartu.

 

Jauh sebelum itu, aku melempar kembali ingatanku saat mata kita bertemu dan kau tertunduk sayu, malu. Aku masih mengingat betul jaket abu-abu yang selalu kau gunakan kala kedinginan. Malam itu kita berpapasan di rumah Nya, aku berdoa pada Nya untuk menenangkan hatiku, sayang, Dia mengizinkanku melihatmu. Tepat setelah aku berdoa.

 

Entah kenapa rasanya berbeda. Aku tak pernah merasakan bahagia seperti itu. Aku tahu itu salah, perasaan yang tak semestinya ada. Lalu aku pun menjauh darimu. Walau ku tetap menikmati seluruh waktu kita bertemu. Semua jokes anehmu dan melihatmu juga melangkah jauh dariku. Aku menikmatinya. Hingga aku terbangun lalu mendapati dirimu sebagai orang lain.

 

Dengan perasaan yang masih sama, aku menolak harapan berbeda. Aku tak ingin lagi dekat denganmu, menjauh lalu menghilang itu lebih baik. Hingga sekarang aku berlari ke negeri sebrang berharap tak lagi terpikir tentangmu. Melupakan kenangan 22 bulan yang ku tahu hanya berarti bagiku, tidak untukmu. Aku suka menikmati setiap rasa suka dan kecewa ini sendiri. Tenang saja, aku tak mengharapkan balasan apapun atas perasaan ini. Biarkan aku melepasnya satu per satu, kemudian hingga kau juga lupa pernah mengenal diriku.

 

Rasanya cukup menyenangkan bukan? Aku ingin menjadi orang asing bagimu, seseorang yang baru karena kau belum pernah bertemu dengannya. Aku ingin menjadi seseorang yang tak sengaja bertemu denganmu di sebuah kedai kopi tua, lalu kita bercakap tentang bagaimana lucunya dunia bekerja. Memulai semua dari tidak saling mengenal dan menyapa.

 

Bagaimana pun, terima kasih pada diriku yang pernah mempersilahkanmu untuk mampir sejenak, namun kau menolak. Terima kasih pada dirimu yang mengizinkanku memikirkamu dari seberang, walau hanya untukku seorang. Dari sekian pertemuan, mungkin denganmu ini hanya kebetulan. Sapa yang tak membutuhkan lambaikan tangan, apalagi ucapan selamat tinggal. Karena sejatinya kita tak seharusnya bertemu, atau aku yang tak seharusnya menjatuhkan kunciku di depan rumahmu.

 

Kau adalah satu-satunya tanpa alasan, aku bisa bahagia hanya dengan melihatmu.


Suatu hari, di bawah langit amerika.

 

Comments