Hai kenalkan, namaku Kin. Mungkin kau tak
asing dengan nama ini. Atau mungkin sekarang sedang terbayang sekilas wajah
seseorang di pikiranmu. Tentu saja, orang yang sama sedang menulis surat ini
untukmu dua tahun lalu. Tapi sayang, ia tak berani menyampaikannya.
Bagaimana kabarmu sekarang? Aku ingin semoga
kau selalu baik dan bahagia. Sama seperti tiga tahun lalu saat kau
mengirimkanku surat setelah KKN kita. Jujur saja aku langsung menulis jawaban,
sebuah surat juga, dan berharap kau membacanya suatu saat. Namun, sayang surat
itu menghilang. Dan aku pun menuliskannya baru untukmu.
Langit di amerika sekarang sangat cerah, dan
aku terduduk di sini sendiri menatap jalanan ramai. Musim gugur begitu dingin
di sini. Entah kenapa tiba-tiba aku teringat denganmu. Kau yang dulu selalu
hadir dalam ingatanku. Bahkan sebelum musim KKN tiba. Sebelum semua gosip
tentang aku dan kamu tersebar di asrama. Sebelum anak-anak asrama memaksamu
mengatakan isi hatimu saat kau kalah kartu.
Jauh sebelum itu, aku melempar kembali
ingatanku saat mata kita bertemu dan kau tertunduk sayu, malu. Aku masih
mengingat betul jaket abu-abu yang selalu kau gunakan kala kedinginan. Malam
itu kita berpapasan di rumah Nya, aku berdoa pada Nya untuk menenangkan hatiku,
sayang, Dia mengizinkanku melihatmu. Tepat setelah aku berdoa.
Entah kenapa rasanya berbeda. Aku tak pernah
merasakan bahagia seperti itu. Aku tahu itu salah, perasaan yang tak semestinya
ada. Lalu aku pun menjauh darimu. Walau ku tetap menikmati seluruh waktu kita
bertemu. Semua jokes anehmu dan melihatmu juga melangkah jauh dariku. Aku
menikmatinya. Hingga aku terbangun lalu mendapati dirimu sebagai orang lain.
Dengan perasaan yang masih sama, aku menolak
harapan berbeda. Aku tak ingin lagi dekat denganmu, menjauh lalu menghilang itu
lebih baik. Hingga sekarang aku berlari ke negeri sebrang berharap tak lagi
terpikir tentangmu. Melupakan kenangan 22 bulan yang ku tahu hanya berarti
bagiku, tidak untukmu. Aku suka menikmati setiap rasa suka dan kecewa ini
sendiri. Tenang saja, aku tak mengharapkan balasan apapun atas perasaan ini. Biarkan
aku melepasnya satu per satu, kemudian hingga kau juga lupa pernah mengenal
diriku.
Rasanya cukup menyenangkan bukan? Aku ingin
menjadi orang asing bagimu, seseorang yang baru karena kau belum pernah bertemu
dengannya. Aku ingin menjadi seseorang yang tak sengaja bertemu denganmu di
sebuah kedai kopi tua, lalu kita bercakap tentang bagaimana lucunya dunia
bekerja. Memulai semua dari tidak saling mengenal dan menyapa.
Bagaimana pun, terima kasih pada diriku yang
pernah mempersilahkanmu untuk mampir sejenak, namun kau menolak. Terima kasih
pada dirimu yang mengizinkanku memikirkamu dari seberang, walau hanya untukku
seorang. Dari sekian pertemuan, mungkin denganmu ini hanya kebetulan. Sapa yang
tak membutuhkan lambaikan tangan, apalagi ucapan selamat tinggal. Karena
sejatinya kita tak seharusnya bertemu, atau aku yang tak seharusnya menjatuhkan
kunciku di depan rumahmu.
Kau adalah satu-satunya tanpa alasan, aku
bisa bahagia hanya dengan melihatmu.
Suatu hari, di bawah langit amerika.
Comments
Post a Comment