Sebenarnya
ini salinan dari rekaman yang hilang tadi malam. Karena lumayan panjang dan
hilang begitu saja dari podcast harian, jadi ya aku bakal nulis apa yang
kurasakan dan kudapatkan seminggu ini. Yah walau semuanya adalah kompilasi
pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan dari 22 tahun hidup. Anjay catur
murti.
Kali
ini sebelum meneruskan membaca ada baiknya kalian memutar To the bone by
pamungkas. Mungkin pesan yang kusampaikan akan lebih ngena. Yah setidaknya itu
lagu yang nyaman untuk didengar.
Baru-baru
saja aku menonton serial netflix tentang virus corona dan ada sebuah quotes
menarik diakhir. Jadikanlah dirimu bermanfaat. Jika kau punya skill maka
ajarkanlah skill mu, jika kau tidak memilikinya maka bagikanlah tenagamu dengan
menjadi volunteer atau turut serta dalam berorganisasi. Jika kau tidak
memilikinya maka kau bisa membagikan waktumu, atau jika kau masih terlalu sibuk
untuk itu kau bisa membagikan darahmu.
Yah,
belakangan ini baru terpikirkan untuk mendonorkan darahku secara rutin. Sempat
terhenti 2 bulan karena pandemi. Dan kemarin malam adalah waktu yang sangat
tepat untuk mendonorkan darah sepertinya. Sehari sebelumnya memang berniat
keluar rumah, hanya saja tidak sempat karena mager.
Pukul
lima sore, sabtu, aku menyempatkan diri untuk keluar. Kupikir sebelum maghrib
akan selesai dan aku bisa sekalian ke mirota untuk membeli beberapa kebutuhan
bulanan. Namun sepertinya tidak, jalanan jogja sangat macet hari itu. Sejak
bulan maret kemarin ini kali pertama aku melihat jalanan semacet ini. Benar
saja, butuh waktu sedikit lama menuju sardjito.
Setibanya
di sana, seperti biasa, aku memilih jalan pintas yang cepat menuju ruang UPTD.
Karena sebenarnya itu bukan jalan umum, dan sebenarnya kau tak perlu bertanya
apakah boleh atau tidak. Cukup berani saja melewatinya. Karena jika lewat IGD
akan sedikit memutar. Duh maafkan, karena keburu maghrib dan ya sudahlah.
Seperti
biasa, karena sore hari UPTD sangat sepi. Dari kejauhan ada seorang anak
laki-laki, tampaknya usianya dibawahku satu atau dua tahun, tinggi, putih, dan
kurus. Sepertinya ia sedang mencari seseorang di UPTD, dan sepertinya da
seorang keluarganya yang dirawat di sini. Karena ia datang dari arah ruang inap
pasien. Selebihnya ada seorang bapak-bapak tua yang dengan sigap membantuku
membuka pintu dan memberiku kertas registrasi. Setelah selesai mengisi, aku
langsung memilih tempat duduk.
Kuperhatikan,
benar saja, anak laki-laki kurus tadi mencari seseorang. Mbak Viki, yah itulah
yang kudengar. Benar saja, ia juga memiliki seorang keluarga yang dirawat di
sini. Aku diam dan mendengarkan mereka berbicara, ada juga seorang laki-laki,
sepertinya mahasiswa, ia juga datang untuk anak laki-laki itu. Dari yang
kudengar, ia mencari donor untuk salah seorang keluarganya yang sudah lama
dirawat dan empat orang anggota keluarganya memiliki golongan darah berbeda.
Sulit juga.
Sembari
menonton siaran netflix tentang kehidupan laut, aku masih mendengarkan mereka berbincang.
Rupanya orang yang kukira mahasiswa itu adalah anak UGM filsafat. Sekilas
kudengar mereka masih membutuhkan donor golongan darah, mungkin AB?
Sembari
menunggu pengecekan hemoglobin aku masih memperhatikan anak laki-laki tadi.
Matanya sedikit merah, mungkin karena kelelahan. Ia mengenakan jaket putih
dengan lengan merah juga kaos. Celana jeans biru muda dan sandal jepit hitam.
Beberapa kali ia tampah gelisah namun berusaha tenang, itu terlihat dari
caranya mengusap rambutnya beberapa kali saat berbicara. Ia juga mencoba
mengalihkan pandangan dari smartphone dengan terus mengajak bicara kedua
pendonornya.
Beberapa
kali mereka tampak menunjuk ke arah Xbanner pojok kanan. Di sana tertulis Donor
Aferesis.
Apasih
aferesis itu?
Aferesis
itu sebuah alat yang berfungsi untuk menyaring segala komponen dalam darah.
Baik yang dibutuhkan atau tidak. Alat ini selanjutnya dapat digunakan untuk
menambah atau mengganti darah yang hilang atau untuk membuang komponen darah
seseorang yang dianggap merupakan sumber penyakit atau gangguan.
Dengan
aferesis, jumlah komponen darah yang akan diambil bisa diatur. Misalnya,
trombosit yang akan diambil sebanyak 3x10 pangkat 11 buah. Jumlah ini bisa
diambil secara tepat dan akurat. Aferesis sendiri memiliki dua fungsi utama
yaitu untuk keperluan donor dan terapi.
Yah
itu aku ambil dari sardjito.co.id yak, tanpa editan atau parafrase berarti.
Lanjut
balik ke cerita.
Setelah
mengecek hemoglobin di loket 1, aku pun menunggu untuk dipanggil di ruang
transfusi darah atau apapun namanya. Rupanya dua orang tadi, mbak viki dan mas
filsafat UGM masuk duluan. Mereka nantinya kusebut donor aferesis.
Karena
kepo, aku pun bertanya pada si anak laki-laki tadi yang masih duduk menunggu.
Kali aja aku bisa bantu share infonya tentang kebutuhan donor darah AB.
Sepenangkapanku sih, mereka masih membutuhkan donor.
"Eh
sorry, tadi aku denger pembicaraan kalian tentang donor. Masih butuh donor
darah AB gak ya, kali aja aku bisa bantu share," kataku membuka
percakapan, rada canggung, yah karena setelah seharian gak ngomong sama
manusia.
"Darah
B sih butuhnya, tapi ini buat aferesis," katanya sambil menunjuk x banner
tadi. Jika dilihat lebih dekat, anak ini memang tampak sangat lelah.
"Oh
iya, gapapa," kataku mantap. Belom tahu aja donornya kayak gimana.
Setelahnya aku pun ikut masuk dan menunggu untuk diambil samplingnya.
Dari
penjelasan singkat mas dokter, aferesis kali ini khusus untuk pengambilan
trombosit. Biasanya butuh pendonor dengan pembuluh darah lebar, karena nanti
akan dikembalikan darahnya (selain trombosit). Jadi kalau pembuluh darahnya
tidak lebar ada kemungkinan pecah. Ngeri juga penjelasannya. Terus terang aku
pesimis kalau bisa. Karena aku mageran, jarang olahraga, jadi sangat kecil
kemungkinan bisa.
Dan
benar saja, aku tidak memenuhi syarat. Sedih sekali. Jadinya kuputuskan untuk
donor biasa saja, karena sudah sampai sardjito dan eman-eman kalau tidak donor.
Lagi pula dah lewat 4 bulan sejak donor terakhir.
Oh
ya, untuk mbak viki ternyata hemoglobinnya di bawah standar, jadi ia tak bisa
donor. Lalu ada mbak-mbak lain, yang sampai sekarang aku gak tahu namanya, dia
juga bersedia buat aferesis. Dan dia sama sepertiku, tak memenuhi syarat
pembuluh darah. Dan yang bisa hanya mas filsafat UGM. Masnya asik diajak
bicara, dan ternyata dia temannya temanku. Hoho, udah kenalan tapi aku lupa
namanya. 4 tahun di atasku ternyata.
Dari
penjelasan dokternya, ternyata memang biasanya laki-laki atau atlet yang bisa
mendonorkan darah aferesis. Karena mereka gak mageran dan punya aktivitas kali
ya. Gak kayak aku yang seharian bisa di depan laptop ngetik laporan. Heuheu.
Saat
donor darah, kusempatkan menghubungi beberapa temanku. Anak asrama cowok goldar
B dan di Jogja, dan berniat mendonorkan darah. Alhamdulillahnya ada tiga orang
yang merespon, satu diantaranya bisa mendonorkan. Dan satu lagi sama sepertiu,
tak memenuhi syarat. Selebihnya masih nanti sore di Jogjanya. Em, setelah donor
kusempatkan berbincang beberapa saat dengan si anak laki-laki tadi.
Namanya
Dean, anak amikom dan dia setahun lebih muda dariku. Jadi inget adek di rumah.
Ternyata yang dirawat adalah ibunya di Sardjito dah hampir satu bulan, atau
lebih, aku lupa. Dia asli Madiun, dan sudah tinggal di Jogja sejak kecil.
Mereka dua bersaudara, dan Dean adalah anak pertama. Adiknya sekolah di madiun,
dan sekarang yang menunggu ibunya ada ayahnya. Sudah sejak lama ibunya sakit,
mulai dari kista, tumor, dan kanker. Bahkan BPJS memiliki batas waktu untuk
inap di RS. Pasca 2 minggu perawatan, ibunya sempat dipulangkan dan memang
bukan jadwal pulang karena masih komplikasi infeksi.
Entah
kenapa sejak awal aku berpapasan dengannya di depan pintu, aku bisa merasakan
kebaikan dari Dean. Aku teringat keluargaku yang sekarang sedang sehat-sehat
saja di rumah. Bukankah itu sebuah privilage? Banyak hal-hal sederhana yang
lupa untuk kita syukuri. Dan cara sederhana untuk bersyukur adalah dengan
membantu sesama.
I
am not an expert, I don’t have enough muscle to be shared, or a good quality
time for other, I am to busy. But I have blood and the ability to share it.
- 4 April 2021
Comments
Post a Comment